SHORT STORY
7:51:00 PM
A BOTTLE OF SWEET LOVE
Mentari mulai menghampiri, Lana berusaha membuka matanya
yang masih terasa berat. Gelap disekitarnya pelan-pelan berubah warna. Kunang
yang semula terasa memberatkan pandangan kian melambat sirna. “Huuuuft, ini
Sunday morning. Aku malas melakukan apa-apa pagi ini”. Tetapi, suatu hal baru
saja mencoba menggoyahkan keinginannya.
Seketika senyuman kecil terukir saat ia lirik ponsel disampingnya. Sebuah inbox
memberikannya semangat, “Jogging yok”, dua kata yang mengeluarkan energi begitu
dahsyat. Bahkan, hingga dapat membuatnya bangkit dari ketidaksadaran sesaat.
Bak secepat kilat, Lana pun membalas, “Oke Bang Ken, I’ll wait you at home”.
Setelah kalimat itu terucap, ia pun bergegas menuju kamar mandi.
Sekitar pukul 06.30 seseorang mengetuk pintu rumah Lana. Seulas senyuman
kebahagiaan terukir dibibir gadis cantik itu. Siapapun dapat melihat senyuman
itu tak terkecuali Sang Bunda tercinta.
“Bun,
lana jogging dulu yaa. Udah ada yang nungguin di depan tuh”, seru Lana.
“Oke
sayang, hati-hati yaaa”, ujar sang bunda dengan terkekeh. Lana mengerti maksud
tawaan dari sang bunda, tapi ia mengabaikan itu karena tak ingin membuat
pangeran di luar sana menunggunya begitu lama.
Demi seorang Kenan, ia lupa akan sesuatu yang cukup penting untuk kehidupannya.
Ia tak sempat sarapan terlebih dahulu wkwkwk. “sumber energiku telah
menghampiriku saat ini”, lirih lana dalam hati. Mereka langsung berjalan
menyusuri jalanan sambil berbincang ria. Ketika hampir sampai di sebuah
swalayan, Kenan melihat wajah lana menahan lapar bak tomat merah. “ada hal yang
mesti ku lakukan”, seru Kenan dalam hati.
“Dek,
abang mau ke indomaret ni, ada yang mau dititip?”, tanya Kenan pada Lana.
“Hmm,
apa aja deh bang. Yang bisa mengganjal lapar”.
“Okedeh,
tunggu disini yaa na”, seru Kenan. Ia puas mendengar jawaban dari gadis cantik
itu, karena dia tahu apa yang mesti ia belikan untuk Lana.
Lana duduk di kursi taman yang tak jauh dari swalayan tersebut sambil menunggu
kedatangan Kenan. Tak lama setelah itu, Kenan menghampirinya dengan membawa
sekantong plastik titipan Lana.
“Abang
belikan adek apaan?” tanya lana.
“Apaan
ya, yaudah deh diliat sendiri deh, ntar tahu juga”, sambil tertawa kecil ia pun
duduk disebelah gadis itu.
“Susu
vanilla? Loh kok setiap jumpa, adek selalu dapat ini dari abang. Dan juga
selalu rasa ini. Kenapa tak pernah chocolate?” tanya Lana penuh maksud. Ia
begitu heran, karena ia tak pernah memberi tahu tentang alerginya terhadap
chocolate.
Kenan tak menjawab apa-apa, hanya tersenyum manis. Sehingga membuat Lana
semakin ingin mengetahui sesuatu.
“Bukannya
dijawab, malah senyum. Adek heran setiap kita jumpa selalu diberikan ini.
Padahal adek gak pernah ngomong tentang kesukaan dan hal yang adek tidak suka,
tapi kok abang tau?” kali ini Lana benar-benar bingung.
“Sejujurnya,
ada cerita dari ini semuanya dan alasan abang selalu memberikan ini”, jawab
Kenan sedikit serius.
Terik mulai menyusuri tiap sudut kulit mereka, tapi tak membuat mereka enggan
beranjak dari tempat itu. Sinar matahari menyilaukan pandangan Kenan, ketika
berusaha menatap gadis disampingnya. Silauan itu membuat wajah lana begitu
bersinar. Seketika debaran dijantungnya semakin kuat, “Oh God, aku jatuh
cintaaaaaa”. Kenan menatap langsung ke mata Lana, hangat. Membuatnya tersenyum
kembali.
“Bang
Ken...”
“Na…”
Mereka tertawa bersama, tetapi tidak membuyarkan
keingintahuan Lana akan suatu hal. Lana terus menatap Kenan, begitu dalam
hingga benar-benar dapat dirasakan oleh Kenan. Ia tak memiliki tameng untuk
menahan tatapan gadis itu. Sehingga mau tidak mau ia harus mengatakan maksudnya
saat itu juga.
“Sebenarnya,
aku pernah berpikir kamu orang yang sombong dan susah diajak ngomong, sampai
suatu ketika aku berada didekatmu, aku akhirnya menyadari sesuatu” ucap Kenan.
“Kapan??
Adek penasaran ni. Sadar akan apa?” tanya Lana antusias.
Lana tak pernah menyadari, bahwa pernah ada suatu hari mereka berada di tempat
yang sama. Ya perpustakaan kampus. Tempat yang tenang, damai dan begitu sejuk.
Di tempat inilah, suatu hal terjadi. Ketika Lana dan temannya ingin membeli
sesuatu disana, ia harus mengantri dibelakang seorang lelaki untuk melihat isi
kulkas perpus. Lelaki yang tak pernah mau ia kenal karena tingkah jahil dan
nakal yang dimilikinya. Lelaki itu Kenan. Semua orang mengenal Kenan tapi tidak
untuk seorang Lana. Kenan mengambil sebotol susu vanilla lalu pergi dari sana.
Saat Lana dan temannya membuka kulkas, mereka hanya mendapati dua botol susu
perisa chocolate dan vanilla. Temannya langsung mengambil botol vanilla
sehingga membuatnya terdiam dan cemberut.
“Vir,
biarkan aku yang botol vanilla. Aku gak mau yang chocolate”, seru lana.
“Yahhh
na, aku lagi pengen vanilla pulak, aku tak ingin minum yang lain”.
“Kamu
kan tahu aku tidak suka chocolate karena bisa membuatku pusing”, ucap lana.
Perkataan Lana tidak membuahkan hasil, temannya tak ingin memberikan botol
vanilla itu. Sehingga mau tidak mau Lana harus mengambil minuman lain. Tetapi
sebelum hal itu terjadi, sepertinya mereka tidak meyadari bahwa selama mereka
berdebat, sepasang mata melihat tingkah mereka. Kenan asik melihat perdebatan
itu namun ia hanya fokus pada wajah Lana, wajah cemberut yang begitu imut.
Kenan tersenyum melihat adegan tersebut lalu ia menghampiri Lana, mengambil
botol chocolate di tangan Lana dan menukarnya dengan botol vanilla miliknya.
“Yaudah, ambil aja ini. Biar aku yang ini”, seru Kenan pada Lana.
Lana tak pernah mengingat kejadian itu karena baginya tak berarti apa-apa.
Namun lain hal dengan Kenan. Karena saat kejadian itulah, ia menyadari bahwa ia
mulai tertarik pada seorang gadis cantik seperti Lana.
Setelah bercerita tentang kejadian yang telah lama berlalu itu, mereka masih
duduk di kursi taman tersebut, terdiam dan hanyut dalam pikiran masing-masing.
Sampai pada akhirnya Kenan memulai kembali obrolan mereka.
“Itulah
maksud kenapa abang selalu memberikan sebotol susu vanilla setiap berjumpa
dengan adek. Karena abang ingin moment pertama abang jatuh hati pada seorang
gadis selalu teringat oleh abang, abang ingin perasaan abang ke adek seputih
susu vanilla itu, dan abang berterima kasih pada botol pertama itu karenanya
abang bertemu seorang Lana”, seru Kenan.
Setelah mendengar pernyataan Kenan, tanpa Lana sadari wajahnya telah merah
merona mendengar itu semua. Dia tak pernah menyadari kedekatannya dengan Kenan
bukan sekedar suatu kebetulan.
Lelaki yang pernah ia benci, dan tak pernah ingin ia
kenal sekarang menjadi begitu dekat dengannya dan membuatnya jatuh cinta. Ternyata
kebenciannya, membuahkan rasa cinta dan kasih sayang yang begitu manis, semanis
susu vanilla digenggamannya.
0 comments